Tatong Merupakan Musik Sakral Orang Kedang di Lembata

0
32
Foto berita
Bapak Frans Paya, saat diwawancarai wartawan di rumahnya desa Leuwayan,Kedang-Lembata, pada 05/09/2022

FOCUS NEWS INDONESIA – KUPANG NTT – Tatong memiliki Nada khusus dari Alam yang tak dapat disetel seperti nada-nada pada Gitar atau alat music lainnya. Nada Khusus inilah yang membuat Tatong disebut alat music yang unik. Walau tidak miliki nada seperti pada gitar, tetapi orang-orang kedang tahu persis, nada dan irama mana yang menggambarkan Suka Cita, Duka Cita, Hormat pada Leluhur dan Pemujaan kepada Tuhan Maha Kuasa.

Hal tersebut di atas, diungkapkan oleh tokoh adat dari suku Apilabi desa Leuwayan Kedang, Frans Paya,  yang juga adalah seorang Pelestari Musik Tradisional Tatong di Kabupaten Lembata, ketika diwawancarai oleh media ini di kediamanya desa Leuwayan, pada tanggal 05 September 2022 yang lalu, saat itu Media ini sedang mendapingi Tim WBTB BPNB Provinsi Bali yang melakukan Iventariasasi Karya Budaya Musik Tradisional Tatong di Kabupaten Lembata.

Menurut Frans Paya, Tatong adalah alat Musik Tradisional Masyarakat Kedang di seputar Gunung Uyelewun, kecamatan Omesuri dan kecamatan Buyasuri, kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.  Tatong dibuat dari bambu Petung atau disebut Perung, yang diambil dari   lereng Gunung Uyelewun, karena Menurut orang Kedang jenis Bambu dari wilayah itu  memiliki bunyi sesuai warisan leluhur mereka.

Dia menjelaskan bahwa cara membuat Tatong ialah bambu petung yang tebal dan tua dipotong jadi  beberapa ruas untuk setiap Tatong, lalu dibuat lubang memanjang di tengahnya. Kemudian kulitnya diiris dan dikupas menjadi 4 Dawai atau 4 Tali yang memanjang dari bawah ke atas. Setiap Dawai ditongkat dengan sepotong kayu seperti Freet pada Gitar sehingga menghasilkan 2 bunyi nada. Tatong dimainkan dengan cara dipetik memakai jari jemari dan juga dapat di mainkan dengan cara pukul memakai Stick yang dibuat dari bambo.

Kata Frans, Masyarakat kedang mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, dengan sendirinya tahu bagaimana cara memainkan Tatong tanpa diajarkan. Hal ini terjadi dengan sendirinya secara turun-temurun. Karena itu Masyarakat Kedang mengatakan Musik Tatong adalah Musik Alam dari Gunung Uyelewun, yang sudah menyatu satu dengan jiwa dan raga kehidupan mereka berabad-abad.

“Ketika dengar bunyi nada Tatong, terjadi kontak batin mendalam untuk menggerakan hati dan jiwa raga orang Kedang untuk melakukan sesuatu. Gerakan Hati dan Jiwa Raga itu tertanam sejak turun temurun dengan sendirinya, Karena itu orang Kedang mengatakan Musik Tatong adalah Musik Sakral mereka,”ungkap Frans.

Tokoh adat Desa Leuwayan bernama Frans Paya dari Suku Apilabi Kedang yang setia melestarikan music Tatong sejak tahun 1983 ini mengatakan, Tatong memiliki nilai sakral untuk memuja kemuliaan Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai ungkapan hormat pada Leluhur, sebagai ungkapan rasa duka cita dan suka cita, ucapan rasa Cinta Tanah Air, ungkapan Persatuan hidup beradat-istiadat, dan untuk mengiringi tarian-taian adat atau tandak milik masyarakat kedang.

“Menurut tuturan leluhur orang kedang, awal mulanya, Tatong dibunyikan untuk memuja Dewa Lia yang adalah anak dari Dewa Matahari atau Dewa Luyo, yang berupa  Bintang, yang muncul sebelum terbitnya Matahari. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan Syukur Pada Tuhan Maha Kuasa Lewat Dewa Lia dan memohon perlindungan dari Sang Pemilik Alam Raya bagi perjalanan hidup mereka. Sebutan Lia juga adalah nama dari leluhur mereka,” ucap Frans Paya dengan nada serius.

Frans mengisahkan bahwa, Tatong sempat hilang saat Portugis masuk ke NTT sekitar tahun 1511 sampai 1800-an. Jaman itu Nilai Tatong perlahan tergerus karena Masyarakat gantikan Tatong dengan Gong yang bunyinya dibuat seperti bunyi Tatong. Saat itu  Nilai Luhur Tatong tidak diperhatikan lagi oleh orang Kedang.

Kemudian pada tahun 1983, dirinya secara bertahap mulai mengangkat kembali Tatong dan diperkenalkan kembali lewat berbagai kesempatan pertunjukan kesenian di kabupaten Lembata maupun diluar kabupaten Lembata, bahkan sampai keluar NTT.

Dan sejak 1983 itu, musik Tatong dimasukkan ke dalam kurikulum Muatan Lokal di SMP Lolondolor Leuwayan  dan akhirnya dikukuhkan sebagai musik tradisional Lembata berasal dari Kedang oleh Pemerintah Daerah Lembata.

Frans Payah yang adalah tokoh adat desa Leuwayan Kedang ini mengatakan lagi bahwa, kalimat Tatong tak dapat dipisahkan dan tak dapat diartikan secara pasti namun dapat dimengerti oleh orang Kedang. Menurut mereka Tatong adalah Nada Alam pemberian Leluhur. Maka Agar lebih mudah memahami Nilai Tatong sesungguhnya, maka orang kedang memakai istilah ‘Edang Tatong Lia Namang’.

“Kata Edang berasal dari, ‘E’ artinya Kami, ‘dang’ artinya Memukul atau Membunyikan, ‘Tatong’ artinya Nada Alam, ‘Lia’ adalah Dewa Api yang dikenal sebagai Leluhur mereka,‘Namang’ artinya gerak gerik atau Tarian. Jadi istilah ‘Edang Tatong Lia Namang’ artinya “Kami memukul atau membunyikan Nada Alam mengiringi gerak-gerak Tari Sakral untuk menghormati Leluhur serta Memuja Kebaikan Tuhan Sang Maha Kuasa,” ungkap Frans.

Katanya, Untuk lebih semarak lagi, maka Musik Tatong dapat dimainkan juga bersama Tambur. Bunyi pukulan Tambur bercampur Petikan Nada Tatong terdengar sangat unik Harmoni. Ada juga satu jenis alat musik lainnya milik orang Kedang yang disebut Edang. Alat Musik ini berbentuk Suling yang terbuat dari Bambu.

Frans Paya yang juga adalah Penerima Anugerah Pustaka Nusantara Tanggal 17 Oktober Tahun 2017 dari Perpustakaan Nasional Jakarta terkait Tatong sebagai Musik Tradisional Khas Lembata ini menjelaskan lagi bahwa, pada Tahun 1992, Tatong pernah dipromosikan di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta, oleh Sanggar Seni Budaya dari Desa Leuwayan Kedang.

Kemudian tahun 2016 “Tatong” dipentaskan di Festival Seni dan Budaya Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara, yang dimainkan oleh seorang Seniman Budaya Lembata bernama Andreas Dewa. Lalu 17 Oktober Tahun 2017, Tatong mendapat Anugerah Pustaka Nusantara dari Perpustakaan Nasional Jakarta, sebagai Musik Tradisional Khas Lembata. Anugerah tersebut diterima oleh dirinya sebagai Pelestari Tatong yang didampingi oleh Bupati Lembata saat itu bernama Eliazer Yentji Sunur.

Pada akhir tahun 2017, pemerintah desa Leuwayan mendirikan Tugu Tatong sebagai simbol desa tersebut sebagai Desa Budaya Tatong. Pada Tahun 2018 “Tatong” ditampilkan untuk memeriahkan Hardiknas di pusat Kota Kecamatan Omesuri di Desa Balauring, yang dimainkan oleh anak-anak sekolah tingkat SD,SLTP dan SLTA. Bulan Agustus Tahun 2019 Musik Tatong dipentaskan pada Festival Tiga Gunung di Lembata, dimainkan oleh 300 orang untuk mengiringi 700 penari Tradisi Adat Lamaholot, dihadapan ribuan masyarakat NTT dan Mancanegara.

“Agar tetap Lestari, pemerintah Lembata selalu tampilkan Tatong di berbagai Pentas Seni Budaya tingkat Daerah maupun tingkat Provinsi maupun Tingkat Nasional. Kini Alat musik Tatong selalu digunakan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Omesuri dan Kecamatan Buyasuri Kabupaten Lembata – Nusa Tenggara Timur,” ucap Frans Paya mengakhiri pembicaraan. (FNI/Pieter Kembo dan Fendy)