
FOCUS NEWS INDONESIA
LENGKOSAMBI-NGADA, Focusnewsindonesia.com – Kegiatan tambang rupanya banyak memberi dampak hebat terhadap kerusakan ekologi dan sosial, daripada keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat. Tak heran jika gerakan penolakan tambang selalu reaktif.
Forum Pemuda Lengkosambi Raya (FPLR) belum lama ini mengendus tambang galian C di daerahnya. Berbekal dokumen perijinan yang tebal, justru memberi keleluasaan bagi pengusaha tambang bagai pendekar dengan pendang bermata dua. Semula diharapkan memberi dampak ekonomi bagi masyarakat, tetapi eksekusi di lapangan justru mendatangkan malapetaka. Siapa yang salah? Yang memberi ijin atau yang eksekusi ijin? Realitas itu yang membuat FPLR mengadu ke DPRD Ngada belum lama ini. Dua hari setelah pengaduan itu DPRD Ngada melalui komisi I langsung turun meninjau lokasi tambang galian C Di bantaran kali Alo Korok, Lengkosambo, Kecamatan Riung.
Pimpinan Komisi I Yohanes Donbosko Ponong dan salah seorang anggota dewan komisi I Thor Carter Seno menelusuri kali Alo Korok, Kamis (16/07/2020) untuk melihat langsung dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas galian C. Dua wakil rakyat dari Dapil Riung yang masih energik itu tiba di Lengkosambi langsung menuju lokasi pengerukan terbaru di kawasan Mbele Nipa. Turun dari mobil, kedua anak muda di DPRD Ngada ini melangkah cepat didampungi beberapa seorang warga.
Di Mbele Nipa, Donbosko dan Thor geleng-geleng kepala. Di lokasi ini pengerukan kali (sungai) yang kering pada musim kemarau itu mencapai kedalaman 3 meter. Setelah mencermati, bersama sejumlah warga, keduanya balik kanan mengikuti alur sungai menuju arah muara. “Dari sini sampai muara kalau lewat sungai, jauhnya sekitar 7 km,” kata salah seorang warga.
Terik matahari sekitar pkl. 11.00 wita siang itu tak menyurutkan langkah dua anggota dewan ini menyusuri kali bermaterial pasir itu. Beberapa warga yang mengiringi mereka sesekali ketinggalan sehingga harus berlari kecil. Di beberapa titik keduanya berhenti. Warga menjelaskan, “alur kali (sungai) dulu sebelah sana, tetapi Karena abrasi hebat, sekarang air lewat sini. ”
Di titik yang lain, rombongan Komisi I DPRD ngada bersama sejumlah warga ini berhenti lagi. Mereka menunjuk titik abrasi hebat beberapa tahun ini, sehingga menyebabkan lahan petani tergerus signifikan. Dinding tebing semakin curam dan terlihat labil sehingga kapan saja digerus akan terkikis jika masuk musim hujan.
Di aliran kali (sungai) tak jauh dari kuburan warga lengkosambi, juga terlihat dampak abrasi hebat. Kata warga, jarak sungai dan kuburan awalnya sekitar 100 meter, tetapi belakangan ini kelihatan sungai makin dekat dengan lokasi kuburan.
Penelurusan kali (sungai) Alo Korok oleh dua anggota dewan itu sampai juga di jembatan Alo Korok yang menghubungkan wilayah Bekek dan Lengkosambi – antara wilayah Riung dengan Nagekeo. Donbosko dan Thor dipandu warga langsung masuk di bawah kolong jembatan setinggi hampir 10 meter itu. Di titik ini dua anggota dewan menemukan fakta bahu jembatan sudah runtuh. Permukaan bawah jembatan sudah terkikis. Penyangga jembatan itu terlihat menggantung. Hal ini disebabkan oleh pengikisan air karena pengerukan bagian utara jembatan hingga ke muara kali Watu Lajar.
Dari penelusuran kali (sungai) Alo Korok, dua wakil rakyat asal Riung itu mengatakan, aktivitas tambang galian C di kali (sungai) Alo Korok, pihaknya menemukan sejumlah fakta bahwa telah terjadi pengerukan kali (sungai) Alo Korok secara besar-besaran yang sudah dilakukan dua tahun terakhir. Pengerukan yang dilakukan sepanjang kali itu mencapai 7 km mulai dari muara sungai di Watu Lajar sampai lokasi Mbele Nipa, dekat kampung lama Lengkosambi.
Akibat pengerukan tersebut memperlihatkan fakta terjadinya abrasi signifikan pada dinding tebing sungai yang labil. Abrasi ini berdampak pada semakin sempitnya lahan pertanian milik petani di sepanjang bantaran sungai. Di wilayah utara jembatan ada tanah milik warga yang sebelumnya seluas 1 Ha, akibat abrasi radikal, kini luas lahannya tinggal sekitar seperempat hektare.
Fakta lain di sejumlah titik muncul kali baru akibat pengerukan dasar kali. Lokasi kuburan yang terletak antara lokasi Mbele Nipa dan Jembatan Alo Korok juga terancam. Menurut warga, dulu jarak antara sungai sekitar 100 meter, sekarang ini tinggal kurang dari 50 meter.
Pengerukan di lokasi dekat muara kali Watu Lajar menyebabkan pengikisan signifikan dasar sungai di jembatan Alo korok sehingga tumpuan jembatan tergantung dan semakin kritis. Bahkan sayap jembatan sudah runtuh akibat pendangkalan kali (sungai). Jika terus terjadi pengerukan, maka jembatan Alo Korok yang menghubungkan Bekek dan Lengkosambi terancam roboh.
MENEMUI WARGA
Usai meninjau lokasi, dua anggota komisi I DPRD ini langsung menemui warga yang sudah menunggu di balai desa Lengkosambi. Di tempat itu Camat Alfian dan unsur Muspika Kecamatan Riung sedang rapat, dengan salah satu agenda soal tambang galian C yang sedang jadi sorotan FPLR dan masyarakat sekitar. Pada saat itu, Camat Alfian menunjukkan bundel dokumen perijinan yang diberikan kepada PT. Pesona karya Bersama, untuk mengolah tambang galian C di Alo Korok, sebagai kegiatan yang legal. Dokumen perijinan yang juga ditandatangani Gubernur NTT itu, disebutkan layak lingkungan (Amdal) yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ngada, dan ditanda tangani Kepala DLH Emanuel Kora.
Dalam dokumen Upaya Pengolahan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dengan nomor: 660.1/DLH/08/01/2018 tentang kelayakan lingkungan hidup, untuk kegiatan operasional tambang dan pengolahan material sirtu, PT. Pesona Karya Bersama diberi ijin untuk besar usaha maksimal yang diperbolehkan seluas 1 Ha dan skala usaha 50 M kubik. Namun kondisi di lapangan berbanding terbalik.
Pada saat pertemuan warga dengan unsur Muspika yang dihadiri anggota DPRD Ngada, Mas Tonda dari FPLR secara terbuka mengatakan kegiatan tambang galian C sudah sangat meresahkan masyarakat. Hal itu Karena banyak lahan petani yang adalah jalur hijau terkikis sehingga lahan semakin sempit, akibat abrasi hebat dinding kali (sungai). Karena itu pihak FPLR minta kegiatan tambang dihentikan karena telah merusak lingkungan. “Apa kalau terjadi bencana banjir gubernur dan bupati yang rasa, ” tegasnya yang mengkhawatirkan terjadinya banjir bandang sebagaimana terjadia tahun 1973.
Sementara unsur FPLR lain, Us Nebho menanggapi Camat Alfian soal dokumen perijinan yang dinilai lengkap, justru mempertanyakan, kalau ada ijinan lengkap kenapa sebelumnya tidak pernah sosialisasi. “Ini semua warga tidak tau,” tepis Nebho.
“Meski ada ijin, kalau ternyata kegiatan ini sudah menyebabkan mataletaka lingkungan dan kerugian bagi masyarakat kami, maka kami dari FPLR menolak untuk dilanjutkan kegiatan tambang galian C di wilayah ini,” tegas Us Nebho.
Pada rapat bersama unsur masyarakat, pemuda dan Muspika Kecamatan Riung, anggota Komisi I DPRD Ngada Thor Caster Seno mengatakan, kondisi di lapangan terindikasi ada yang salah. Mestinya kegiatan tambang seperti halnya galian C mensejahterakan masyarakat. Karena itu rambu-rambu pelaksanaan yang harus dilakukan diatur dalam regulasi dan perijinan.
Tetapi kemudian kenapa masyarakat lantas reaksi dan mengadu? “Kalau sudah begini kita harus pisahkan antara perijinan yang ada dengan fakta di lapangan. Dan soal ekses ini yang harus kita selesaikan. Perlu komunikasikan kepada para pihak terhadap apa yang telah terjadi di sana, ” kata Thor yang berjanji menindaklanjuti masalah ini di lembaga dewan dengan memanggil para pihak yang berkepentingan.
Sementara pimpinan Komisi I DPRD Ngada Yohanes Donbosko Ponong, menjelaskan, dari kunjungan lapangan menunjukkan bahwa kondisi sungai yang dikeruk memprihatinkan. Sudah terjadi abrasi parah, dan muncul kali (sungai) baru dan akibat dari pengerukan sekitar jebatan Alo Korok, menyebabkan jembatan yang menghubungkan Bekek dan Lengkosambi itu terancam jebol.
“Beberapa hari sebelumnya kami terima para pemuda Lengkosambi Raya yang datang mengadu. Dan kita anggap ini sangat serius karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka melalui komisi I lembaga dewan hadir dan meninjau langsung lokasi, ” jelas Donbosko.
Pihaknya ingin tau seperti apa kondisi di lapangan, supaya lebih obyekyif. Pada saat itu Donbosko berjanji agar sekembali dari Lengkosambi akan menindaklanjuti masalah tambang galian C di Alo Korok secepatnya. Pekan depan, kata Bosko, pihaknya akan terbang ke Kupang untuk melakukan komunikasi terkai dengan perijinannya di tingkat propinsi. Selanjutnya akan memanggil DLH dan Badan Penanaman Modal kabupaten Ngada untuk dengar penjelasannya di dewan.
“Agar kegiatan tambang ini tidak merugikan masyarakat, kami akan wadahi masalah ini untuk mencari solusi secepatnya, ” tambah Donbosko.
Pada saat anggota DPRD Ngada dari Komisi I meninjau lokasi aktivitas tambang di lapangan kelihatan sedang dihentikan. Sebelumnya warga sempat memagari jalan masuk menuju lokasi pengerukan pasir. Hanya ada satu dua kendaraan yang angkut material material. (fni/eman,frans). (Sumber : Forum Pemuda Lengkosambi Raya/FPLR )